Monday, January 28, 2013

Me and My Way

Kerja, kerja, belajar, belajar
Mendapatkan nilai-nilai A itu dan pujian di sekolah
Atau keluargamu akan menangis karena malu.

        
          Bagian lagu itu yang selalu membuatku termenung. Rasanya ingin sekali berteriak dan memaki. Cukup lelah akan kesabaran yang perlahan mulai sirna. Sepenggal harapan yang mulai perlahan pergi bersama lagu yang terus-menerus berulang. Pedih.

          Namaku Ran, 20 tahun, merasakan hidup yang membosankan sampai terkadang ingin mengakhirinya. Ya memang terlihat seperti drama, terlalu berlebihan dan begitu banyak kepura-puraan. Tapi, itulah yang aku rasakan saat ini. Aku begitu membenci drama dan segala sesuatu yang berlebihan didalamnya. Bahkan banyak diantara teman-temanku yang dengan begitu santainya mendengarkan lagu-lagu "cengeng" dan menonton drama-drama murahan di layar televisi. Bersikap seolah-olah seperti itulah hidup mereka. Oh please, hidup itu kenyataan, realita yang harus dijalani. Tetapi, segalanya berubah, diusiaku yang ke 20 ini.

          "Ran~ cari kerja yukk~", ajak Henni. Henni, ya Henni, satu-satunya sahabat baikku sejak masuk di universitas. Sepanjang hari, Henni terus memaksaku untuk mencari pekerjaan yang KATANYA dapat membuat pola pikirku lebih dewasa.

          "Mau kerja apa?? emangnya gampang apa cari kerja.. ngawur", kataku dengan kesal.
          "Nih ! kebetulan ada lowongan jadi penyanyi cafe nih.. disalah satu cafe terkenal di Jakarta", kata Henni dengan bersemangat. Cafe? Penyanyi cafe?, pikirku dalam hati. Untuk anak jurusan Desain Multimedia? menjadi penyanyi cafe?. Kebimbangan pun menghampiriku. Saat itu aku benar-benar berpikir yang terbaik untuk masa depanku. Apa yang akan dikatakan kedua orangtua ku. Yang dengan susah payah memasukkanku ke universitas ternama dengan bangganya, tiba-tiba anak mereka menjadi penyanyi cafe.

           "Gila kali.. Gak ada lowongan jadi desainer gitu?? freelance??", kataku dengan terbata.
           "Lo pengen lowongan jadi desainer?? udah ngerasa sanggup kerja jadi desainer?? emangnya punya keahlian ap?? Udahlah.. lo kan suka nyanyi, lagian cita-cita lo kan emang pengen jadi penyanyi.. Kenapa harus terbatas di jurusan yang lo ambil sii?? Ayolah Ran, buka mata lo.. kalo lo gak berusaha menjalankan perubahan, apalagi yang bisa lo lakuin? berhenti deh berpikir lo harus kelarin kuliah lo dulu baru lo berusaha jadi penyanyi.. berhenti dehh untuk dengerin apa pendapat orang disekitar lo dan mulai kemandirian lo sendiri..", kata Henni menyerang.
      
           Apa yang Henni katakan hari itu terus terngiang didalam pikiranku. Memang benar, Henni adalah gadis yang sangat mandiri. Dia memilih jurusan desain atas kemauan orangtuanya yang saat itu menganggap Henni lebih berbakat menggambar dari pada hal lainnya. Sedangkan, menggambar bukan hanya keahlian yang dapat disalurkan dalam bidang desain tetapi, masih banyak jurusan-jurusan lainnya. Henni berniat untuk memilih jurusan seni rupa, tapi Henni tidak dapat memilih pilihan itu dikarenakan orangtuanya tidak mengizinkan Henni berada dilingkungan seniman-seniman yang pada hakikatnya terlihat "urakan". Henni memutuskan banyak hal dalam hidupnya, dari mulai bekerja paruh waktu mengelap meja dibar sampai jadi cleaning service, SPG dsb di mall-mall ibukota. Hanya demi menabung untuk mewujudkan cita-citanya belajar seni rupa.

          Itulah Henni, sahabatku yang satu ini memang selalu membawa dunia yang berbeda untukku. Dia satu-satunya orang yang dapat membuka mataku dan membuatku berpikir keras atas waktu panjang yang aku habiskan hanya untuk bersantai-santai ria menunggu keajaiban. "Jalan yang kau pilih hari ini, membawamu pada dirimu dimasa mendatang", kutipan kata-kata itu terngiang begitu kuat. Dikala aku berpikir semua kata-kata Henni dari dulu hingga sekarang. Terkadang merasa MUAK, aku butuh menjalani jalanku sendiri, tetapi itulah kenyataannya. Aku tidak bisa terus berada dalam bayang-bayang impian yang diinginkan orangtua dan orang-orang disekitarku. Saatnya bangun, dan mencari jalanku sendiri.

----**----

Betapa gila!
Berhenti berbicara seperti kau tahu siapa aku.
Kau tidak bisa, sudah kukatakan.
Betapa gila!
Aku hanya tikus yang melarikan diri dari kapal yang terbakar,
Tenggelam jauh ke dalam laut.

Aku mencengkeram gitar dinginku dan menyanyikan lagu sendirian,
Sama seperti yang aku lakukan bertahun-tahun yang lalu …

         
           Lagi-lagi penggalan lagu itu. How Crazy, lagu salah satu penyanyi Jepang kesukaanku yaitu YUI. Berkali-kali sudah aku membaca translate lagu itu agar aku lebih memahami makna dari lagu yang akan aku nyanyikan malam ini. Ya, aku akhirnya bekerja di cafe yang saat itu ditunjuk Henni agar aku melamar kesana. Aku sebagai penyanyi dan tentu saja, Henni memilih untuk melamar pekerjaan yang dibanggakannya yaitu menjadi waitress. "Kerja itu dari bawah dulu Ran, jadi kalo kita udah sampe diatas entar gak bakalan lupa sama yang dibawah", itu kata-kata Henni yang berulang kali ia katakan.
    
            Kali ini aku tidak merasakan sedikit pun kebahagiaan dari pekerjaan ini. Entah mengapa terasa begitu kosong dan membosankan. Ditengah keinginanku untuk menjadi penyanyi, aku sama sekali tidak merasa tertantang untuk melakukan pekerjaan ini. Sampai pada batas dimana ibuku mengubah semua pandanganku, dan membuat sangat ingin membuktikan padanya bahwa aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan.

           "Ran, kenapa pulang selalu selarut ini?? Apa saja yang kamu kerjakan?? bukankah ibu memintamu kuliah dengan benar bukannya malah kelayapan..", kata ibu dengan nada sinisnya.
           "Aku bekerja, ibu.. Disebuah cafe sebagai penyanyi", kataku dengan santai.
           "Bekerja?? di cafe?? sebagai penyanyi?? untuk apa bekerja sebagai penyanyi?? kenapa kamu selalu saja tidak mendengarkan mau ibu?? ibu minta kamu kuliah.. kuliah yang benar lalu bekerja sesuai jurusan kamu.. kenapa kamu tidak mendengarkan ibu??", kata ibu dengan marah. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menjawab dengan baik saat itu. Aku hanya pergi meninggalkan ibu dengan ocehan-ocehannya. Amarahku membuncah, aku tidak dapat berpikir dengan jernih. Apa yang ibu ketahui soal aku? Mengapa tidak pernah mendengarkan mauku? Mengapa tidak pernah meminta pendapatku?. Hanya itu pertanyaan-pertanyaan yang terus menerus menghantui hari-hariku.

            Aku memutuskan untuk berhenti bekerja keesokan harinya. Dalam kondisi sedih dan marah, aku tidak mengatakan apapun pada Henni. Henni hanya terdiam, melihat wajah kusam dan cemberutku. Henni hanya memberikanku gitar yang biasa aku pakai untuk bernyanyi dan memintaku untuk mengeluarkan semuanya lewat sebuah lagu.


Tsumetai gitaa wo keesu ni oshikomu                                
Hitodoori wa mada ooi kedo
Kyou no kibun wa koko made.. getting all right

Sonkei dekinai otona no adobaisu
Atashi wa anata mitai ni wa naritakunai to omotta

Yogoreta jiinzu de norikonde iru
Chikatetsu no mado utsutte iru jibun
Kawatte nanka nai ano koro no mama

Okane nante chotto areba ii no yo

How crazy
Wakatta you ni
Atashi no koto hanasu no wa yamete yo
How crazy
Fukai umi ni shizunde yuku fune kara
Nigete kita no

Yume ni love love love itsumo
Junjou ja irarenai how crazy

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku meletakkan gitar dinginku ke dalam kotaknya.
Orang-orang masih ingin aku bermain malam ini,
Tapi aku berpikir aku sudah cukup hari ini.
Ya, aku merasa baik-baik saja.

Orang-orang dewasa memberiku nasihat sepanjang waktu,
Orang-orang aneh yang tidak bisa kuhormati. 

Aku tidak benar-benar ingin menjadi sepertimu pada awalnya.

Jinsku yang luntur berdesir saat aku naik kereta bawah tanah,
Aku mengintip ke jendela dan melihat refleksiku yang gelap.
Aku belum berubah sama sekali, aku masih seperti waktu itu.


Aku berharap aku punya uang untuk sebuah perubahan, kau tahu?
Betapa gila!
Berhenti berbicara seperti kau dapat membaca pikiranku.
Kau tidak bisa, sudah kukatakan.
Betapa gila!
Aku hanya tikus yang melarikan diri dari kapal yang terbakar,
Tenggelam jauh ke dalam laut.

Aku selalu mencintai mimpi dan keinginanku,
dengan buta mengikuti mereka bukanlah cara untuk pergi.

 


              Lagu itu, hanya lagu itu, yang dapat membuatku menangis. Berteriak dalam sepi, amarah yang kian membuncah. Aku bertekad dalam hati, aku akan bangun dari mimpi-mimpi panjangku dan membuktikan "aku bisa menjadi apa yang aku inginkan dengan caraku sendiri".


            
Tema : How Crazy
Kata Kunci : Dewasa, perubahan, dunia, waktu, jalan.

For Project #MelodiHijauOranye @YUI17Melodies

No comments:

Post a Comment