Thursday, January 31, 2013

Tomorrow's Way

Aku ingin menjalani hidup yang sesungguhnya
Aku hanya ingin menjalani hidup yang sesungguhnya
Seperti bocah saat itu


          Life, 4 huruf yang singkat dengan banyak makna terkandung didalamnya. Sering kali, kita hanyut dalam permainan hidup yang tidak jelas dimana kita akan berpijak. Hanya kenangan masa kecil lah yang dapat selalu menjadi moment terbaik. Dikala kita masih sangat polos menghadapi kenyataan. Semua seperti permainan masa kecil yang sederhana dan terlepas dari segala kemunafikan. Tanpa berpikir apa yang akan terjadi esok hari dan dimasa yang akan datang.
         Aku Mia, usiaku kini menginjak 25 tahun. Apa yang seharusnya orang-orang dapatkan diusia 25 tahun, sama sekali tidak terjadi dalam hidupku. Kepercayaan diri yang kumiliki sejak kecil hilang begitu saja bersama kehidupan menakutkan yang harus aku jalani. Aku merasa asing, ya asing. Hidup seorang diri di negara yang sama sekali tidak aku ketahui aslinya. Mungkin karena terlalu banyak kebohongan yang menghampiri, membuatku takut untuk berjalan bahkan diatas kakiku sendiri.


Kanaeru tame umarete kita no
Osanaki hibi ni egaita uchuu
I'm a baby nakitaku mo naru
Te ni ireru tame no
Itami nara so good


         Aku tertegun mendengar bait demi bait lagu itu dinyanyikan. Sebuah lagu berbahasa jepang yang dinyanyikan dengan lembut oleh seorang mahasiswi jurusan musik di Universitas terbaik di kota ini. Aku berdiri di sebuah taman besar tengah kota London. Ya disinilah aku sekarang. Menemani temanku yang memiliki banyak peluang dan bakat. Sedangkan aku, hanya dapat tertegun melihat semua kesuksesan yang diraihnya. Suara yang indah, wajah yang cantik, selalu tersenyum sepanjang waktu. Itulah ia, Rina, teman pertamaku ketika aku datang ke kota ini. Rina sangat menyukai YUI, salah satu penyanyi jepang yang menjadi idolanya sejak dulu. Aku bertemu dengan Rina di sebuah cafe tempat aku bekerja. Disana, Rina juga menjadi waitress. Siapa yang menyangka, Rina adalah salah satu mahasiswi jurusan musik. 
         "Mia! hush.. kok melamun sih??", kata Rina sembari duduk disebelahku. "Enggak kok Rin, aku cuman berpikir sejenak soal lagu yang kamu nyanyikan tadi itu loh, judulnya apa ya??", kataku berbohong, berusaha meyakinkan Rina bahwa aku baik-baik saja. "Oh itu, Tomorrow's Way.. itu semacam lagu perjuangan gitu deh buat aku.. hehe..", kata Rina sambil tertawa kecil. "Perjuangan? memangnya apa lagi yang harus di perjuangkan sementara menurutku kehidupanmu begitu mudah.. banyak hal yang dengan mudahnya dapat kau raih.. hmmm..", aku langsung menutup mulutku. Apa yang baru saja kukatakan, pikirku dalam hati. Aku melanjutkan berkata-kata dengan malu, "Maafkan aku, Rina". Rina hanya tersenyum, enggan melanjutkannya. Rina pun mengajakku untuk meninggalkan taman itu dan segera menuju ke kosan kami.
         "Apa kau sudah merasa lebih baik??", kata Rina sambil memberikan secangkir teh hijau kepadaku. "Hmm.. iya.. aku sudah merasa lebih baik", kataku sambil bertanya-tanya mengapa Rina menanyakan hal itu. Rina mengambil gitar akustik berwarna pink, salah satu koleksi kebanggaannya dan memulai untuk bernyanyi. Lagu yang dia nyanyikan adalah lagu Tomorrow's Way yang tadi dia katakan padaku. Aku tidak mengerti arti dari lagu yang Rina nyanyikan tetapi entah apa yang terjadi air mataku mulai terjatuh perlahan. Mungkin karena Rina menyanyikannya dengan suara yang sangat lembut. Jauh lebih lembut dibandingkan ketika dia bernyanyi di taman tadi.


Aku tidak ingin tersandung karena kata-kata seseorang
Aku tidak ingin disesatkan

Besok, juga, tentunya akan bersinar
Tidak masalah jika aku tidak bisa kembali ke masa kecilku
Aku takut pada jalan esok hidupku
Tapi aku berdiri di jalan di mana aku tidak bisa kembali

Aku dilahirkan untuk hidup sesuai
Dunia yang kubayangkan ketika kecil
Aku seorang bayi, aku ingin menangis
Penderitaan yang dibutuhkan untuk mendapatkannya
sangat nikmat


          "Itu adalah arti dari lagu yang aku nyanyikan tadi", kata Rina sembari memberikan buku harian kecil berwarna coklat kelabu. Rina melamun, seketika wajahnya menjadi sangat serius. "Aku, sedikit pun tidak merasakan kebahagiaan, tepat sebelum aku melihat ibuku menangis. Tahun lalu, aku memutuskan untuk hidup seorang diri di London. Berbekal beasiswa dan surat-surat singkat dari ibuku yang sangat tinggi hati. Benar, kau benar. Hidupku sangat sempurna, tetapi tidak sedikit pun aku merasakan kebahagiaan. Aku pergi kesini untuk lepas dari semua ini. Tapi, apa yang kudapat? Aku semakin merasakan kesepian yang teramat dalam. Aku begitu keras kepala, merasa diriku yang paling benar, dan selalu menyalahkan orang-orang disekitarku. Tepat 5 bulan yang lalu ibuku datang kesini. Membawakan sebuah gitar berwarna pink, warna kesukaanku. Memberikan ku nasehat yang tidak pernah sekali pun ia berikan. Seketika membuatku tersadar, ibu memperhatikanku dari hal terkecil sekalipun".

Hidup bukan untuk disesali, kita harus menerima keadaan yang terjadi walaupun itu yang terburuk sekali pun. Ibu tahu ibu terlihat begitu angkuh di matamu, tetapi semua itu bukti rasa syukur ibu. Ibu tidak pernah mengekangmu, ibu hanya ingin kamu belajar mandiri dari semua fasilitas yang sudah ibu dan ayah berikan. Jangan pernah merasa kesepian dan menutup diri dari segala kemungkinan yang ada. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari dan yang akan datang. Hiduplah dengan kuat.
 
          "Kata-kata itulah yang membuatku akhirnya serius menjalani kuliahku. Lagu itu adalah lagu yang selalu aku nyanyikan untuk diriku sendiri. Menyanyikan lagu itu membuatku teringat pada kata-kata ibuku. Itu membuatku berusaha untuk selalu berjuang dengan caraku sendiri. Aku berusaha untuk bersyukur dengan kehidupan yang aku jalani saat ini dan membuka peluangku sendiri", Kata Rina sambil tersenyum.
          Kali ini aku benar-benar tersadar, kita tidak dapat melihat seseorang itu berbahagia atau tidak hanya dari apa yang kita lihat dengan mata kita. Bersyukur, ya kata-kata itulah yang harus aku pegang mulai detik ini. Aku tidak boleh lagi melarikan diri dan bersikap seolah-olah aku adalah orang yang paling menderita, melewatkan setiap kebahagiaan yang sebenarnya menunggu untuk aku sadari keberadaannya. Rina, adalah sosok nyata dari kepedulian Tuhan kepadaku. Aku merasa asing berada di negara ini tanpa menyadari betapa beruntungnya aku dapat kesempatan bekerja disini dengan latar keluarga yang sampai detik ini, aku pun tidak tahu siapa orangtua ku.
          Aku Mia, dibesarkan di panti asuhan sederhana, kini mendapatkan kesempatan bekerja di London dan berhasil lulus di Universitas terbaik di Jakarta dengan beasiswa. Apakah itu tidak hebat? apalagi nikmat yang diberikannya yang tidak ku syukuri? Mengapa masih merasa kesepian dan tidak bahagia?. Bukankah ini arah yang hebat yang diberikan padaku dengan mempertemukanku dengan Rina? Arah yang indah bukan?


Tema : Tomorrow's Way
Kata Kunci : Esok, asing, masa kecil, perjuangan, takut

For Project #MelodiHijauOranye @YUI17Melodies

Tuesday, January 29, 2013

Your Smile in My Eyes

Aku selalu menunggumu
Meskipun aku tidak mengatakannya

Aku tertawa untuk menutupi ..

        Untuk menutupi .. Itulah yang aku lakukan akhir-akhir ini. Setiap detik terasa begitu hampa, kosong, kelam, sunyi. Perasaan yang aku miliki kini entah apa namanya. Sebagian orang menyebutnya cinta, sebagian lagi menyebutnya pelarian. Mungkin juga pelarian, itu yang selalu aku pikirkan. Semakin dipikirkan aku semakin tidak mengerti. Entahlah.
        Namaku Jasmine, usia... hmmm.. hampir 20 tahun. Setelah 1 tahun menganggur, akhirnya aku merasakan kebosanan yang teramat sangat. Aku memutuskan untuk kuliah tahun ini hanya sekedar untuk mengisi waktuku. Ya maklum saja, anak orang kaya sepertiku apa lagi sih yang harus dilakukan. Apapun yang ku minta pasti tersedia.
        "Jasmine! cepat siap-siapnya! ibu mau pergi arisan nihh!", teriak ibu.
        "Iya.. ini aku sudah siap kok bu", kataku dengan sinis.
        Seperti itulah aktivitas ibuku setiap pagi. Bersiap-siap untuk pergi entah kemana. Katanya sih arisan, tetapi pulang selalu tepat pukul 22.00 setiap harinya. Kecuali ketika ayah tidak bekerja. Bosan rasanya setiap hari mendengar ocehan ibu soal kuliahku. "Kamu itu kalau kuliah yang serius nak, biar tidak jadi seperti ibu, lihat saja kalau setiap hari ibu tidak pergi pasti ibu sudah mati bosan tinggal dirumah", bla bla bla bla.. dengan segala ocehannya yang panjang lebar. Memang benar apa yang ibuku katakan, tetapi sampai detik ini aku tidak tahu apa yang benar-benar ingin aku lakukan.
         Seperti biasa, sesampainya dikampus semua tetap terasa membosankan. Aku memiliki beberapa teman yang selalu dapat membuatku tertawa. Mereka cukup unik menurutku. Yang pertama Dina, dia salah satu temanku yang sangat biasa-biasa saja tetapi omongannya sangat luar biasa. Dina selalu melebih-lebihkan apa yang dia bicarakan, tetapi selalu membuatku tertawa karena aku tahu persis kalau dia berbohong. Yang kedua Erin, dia sangat jujur. Saking jujurnya, Erin selalu membuat lawan bicaranya marah dan tersinggung. Dia sangat blak-blakan, dari mulai pakaian dan cara berperilaku orang lain yang dirasa aneh baginya akan diutarakan. Yang ketiga, Ken. Nah kalau yang satu ini agak sulit dikatakan. Ken tidak suka berteman dengan laki-laki. Katanya laki-laki itu kasar. Ya kalian bisa tebak sendiri seperti apa Ken. Yang jelas sangat jauh dari kata-kata MACHO.
         Pagi ini mereka bertiga dengan bersemangat mengajakku membolos. Katanya sih mau ngajak hunting cowo-cowo kece. Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal itu, mengikuti perkuliahan hari ini terasa lebih menarik untukku. Ya apalagi alasannya selain seorang laki-laki teman satu kelasku yang sangat menarik perhatian. Hmmm.. begini ceritanya, semua dimulai dari acara kampus yang bisa dibilang disana aku bertindak sebagai pemberi kabar bagi anak-anak seangkatanku. Maklum, kami semua angkatan baru yang memang harus mengikuti banyak acara yang diadakan senior-senior kami. Awalnya, aku sama sekali tidak tertarik dengan laki-laki yang satu ini. Dia tidak tampan, juga tidak begitu pintar. Tapi ada satu hal yang menarik perhatianku, di kampus dia terlihat seperti anak laki-laki pada umumnya. Yang sangat senang bercanda dan berteriak-teriak dikelas. Benar-benar seperti anak laki-laki yang baru lulus SMU. Tetapi, sesaat ketika aku menghubunginya untuk mengabarkan tentang acara kampus, dia terlihat sangat dewasa. Dari kata-katanya dan segala hal yang dia bahas. Dia membuatku ingin tahu banyak hal. Sejak itulah aku tertarik dengannya. Laki-laki dengan segala kepribadian mengejutkannya, bernama Jeff.


 ------++++++------     

Selamat tinggal
Di titik aku bisa melupakanmu
Mimpi dan hal indah lainnya
Tidak ada

Meskipun kunyalakan
Cahaya indah seperti apapun itu
Aku selalu terhenti
Di depan cermin

Aku tidak memiliki kepercayaan diri
Setiap orang pun pasti merasakan hal yang sama ..


          Satu bulan sudah, aku berusaha untuk mendekati laki-laki itu. Terkadang aku berpikir, dia hanyalah laki-laki khayalan yang sama sekali tidak dapat ku raih. Seperti itulah keadaannya kini. Aku terus mengamatinya, memandangnya selama satu bulan, terasa menyesakkan. Ketika aku mengetahui dia masih memiliki seseorang dihatinya. Widya, itulah nama gadis pujaan hatinya. Selama 1 tahun mereka merajut kasih, tetapi harus berakhir dikarenakan Widya yang sama sekali tidak dapat mengerti kesibukan yang dijalaninya.  
          "Maaf.. aku sama sekali gak bisa nerima kamu.. hmm.. jujur, aku memiliki perasaan yang lebih.. aku seneng kamu ada rasa sama aku, karena buat aku, kamu adalah wanita idaman.. tapi, aku bener-bener gak bisa pacaran sekarang-sekarang.. aku masih butuh waktu untuk menjalin hubungan lagi.. karena kesibukan ku, aku kerja dan aku gak punya cukup waktu untuk memikirkan pasangan..", itulah jawaban yang diberikan Jeff. Entah saat itu aku begitu bodoh atau polos. Aku sama sekali tidak merasa sakit hati dengan kata-katanya. Yang ada dibenakku saat itu adalah, "aku tidak boleh berhenti berjuang, belum bisa bukan berarti tidak bisa".
         Di bulan berikutnya, acara kampus pun diadakan. Kami semua anak-anak Universitas I pergi ke sebuah gunung di daerah Bogor untuk melaksanakan acara tahunan fakultas kami. Bisa dibilang semacam ospek tetapi tidak ada penggencatan dari senior-senior. Semuanya berjalan damai dan dosen-dosen pun turut serta. Disana aku banyak menghabiskan waktuku untuk fokus memperhatikan laki-laki itu. Ya laki-laki itu, yang selalu saja mencuri perhatian. Dia begitu akrab dengan anak-anak jurusan lain bahkan senior-senior di Universitas ku. Senyum nya selalu saja membuatku tidak fokus memperhatikan pembinaku membacakan tugas-tugas kelompok kami. Perhatianku padanya berlanjut sampai kami kembali ke kampus dan berakhirnya acara itu. "Jasmine, ini minum", kata Jeff sembari memberikan mineral water uc1000. Itu adalah salah satu minuman favourite nya. Dikala lelah, Jeff selalu meminum minuman itu untuk menjaga kondisi badannya. Aku pun menerima dan meminumnya. Hanya sebentar kami berbicara, aku pun harus segera kembali kerumah dikarenakan malam yang semakin larut. Aku hanya dapat menghela nafas, melihat Jeff semakin jauh dari pandanganku.

------++++++------           

Sampai kapan pun
Tanpa melupakan dirimu
Aku mencari kelanjutan mimpi ini

Hal yang menakutkan
Tak akan menghilang
Aku pun telah mengerti
Kamu tidak bisa menundukkan kepalamu kan?

   
          Jeff merespon perasaan ku?? Dia menerimaku??, kata-kata itu terus terbayang-bayang dibenakku. Jeff bersedia menjadi pacarku. Dia ingin mencoba menjalaninya bersamaku. Saat itu, sama sekali tidak terpikirkan bahwa aku hanya menjadi pelarian. Aku begitu bahagia, baru kali ini aku merasa sangat bersemangat dalam hidupku. Tetapi, semuanya tidak bertahan lama. Setelah mengalami penolakan yang sudah 4 kali terhitung sejak bulan lalu, kini aku harus mengakhiri semuanya. Jeff tidak bisa menerimaku apa adanya. Dia terus membandingkan aku dengan Widya. Si gadis feminin berambut panjang, pujaan hatinya. "Dia hanya menjadikan ku pelarian", membuatku memutuskan untuk mengakhirinya. Aku berusaha melupakan Jeff sejak saat itu. Sulit, sangat sulit. Butuh waktu 1 tahun untuk memulihkan kondisiku. Aku.. tidak akan menunggu lagi. Lupakan..
          Aku menatap matahari senja dengan heningnya. Ya, ini sudah 1 tahun. Aku sama sekali tidak dapat melupakan Jeff. Bagaimana bisa aku lupa?? setiap hari dia ada disekitarku. Kampus yang sama, jurusan sama, bahkan kelas yang sama. Jeff kembali dengan gadis itu. Widya, dia yang selalu kuingat namanya. Hancur sudah perasaan ku. Tanpa kusadari, aku menjadi sangat membenci Jeff. "Lihat, lihatlah apa yang kau lakukan". Sedikit pun aku tidak bisa melupakannya. Mana mungkin aku bisa melupakan senyum itu??. Jeff hanyalah khayalan yang tidak akan bisa aku miliki. Aku tidak akan bisa menyamai Widya. Gadis feminin dengan rambut panjang indahnya. Biarlah saat ini aku pergi, dengan senyumannya yang tetap terlihat dimataku.

Tema : YOU
Kata Kunci : Perasaan, menunggu, lihat, senyum, senja

For Project #MelodiHijauOranye @YUI17Melodies

Monday, January 28, 2013

Me and My Way

Kerja, kerja, belajar, belajar
Mendapatkan nilai-nilai A itu dan pujian di sekolah
Atau keluargamu akan menangis karena malu.

        
          Bagian lagu itu yang selalu membuatku termenung. Rasanya ingin sekali berteriak dan memaki. Cukup lelah akan kesabaran yang perlahan mulai sirna. Sepenggal harapan yang mulai perlahan pergi bersama lagu yang terus-menerus berulang. Pedih.

          Namaku Ran, 20 tahun, merasakan hidup yang membosankan sampai terkadang ingin mengakhirinya. Ya memang terlihat seperti drama, terlalu berlebihan dan begitu banyak kepura-puraan. Tapi, itulah yang aku rasakan saat ini. Aku begitu membenci drama dan segala sesuatu yang berlebihan didalamnya. Bahkan banyak diantara teman-temanku yang dengan begitu santainya mendengarkan lagu-lagu "cengeng" dan menonton drama-drama murahan di layar televisi. Bersikap seolah-olah seperti itulah hidup mereka. Oh please, hidup itu kenyataan, realita yang harus dijalani. Tetapi, segalanya berubah, diusiaku yang ke 20 ini.

          "Ran~ cari kerja yukk~", ajak Henni. Henni, ya Henni, satu-satunya sahabat baikku sejak masuk di universitas. Sepanjang hari, Henni terus memaksaku untuk mencari pekerjaan yang KATANYA dapat membuat pola pikirku lebih dewasa.

          "Mau kerja apa?? emangnya gampang apa cari kerja.. ngawur", kataku dengan kesal.
          "Nih ! kebetulan ada lowongan jadi penyanyi cafe nih.. disalah satu cafe terkenal di Jakarta", kata Henni dengan bersemangat. Cafe? Penyanyi cafe?, pikirku dalam hati. Untuk anak jurusan Desain Multimedia? menjadi penyanyi cafe?. Kebimbangan pun menghampiriku. Saat itu aku benar-benar berpikir yang terbaik untuk masa depanku. Apa yang akan dikatakan kedua orangtua ku. Yang dengan susah payah memasukkanku ke universitas ternama dengan bangganya, tiba-tiba anak mereka menjadi penyanyi cafe.

           "Gila kali.. Gak ada lowongan jadi desainer gitu?? freelance??", kataku dengan terbata.
           "Lo pengen lowongan jadi desainer?? udah ngerasa sanggup kerja jadi desainer?? emangnya punya keahlian ap?? Udahlah.. lo kan suka nyanyi, lagian cita-cita lo kan emang pengen jadi penyanyi.. Kenapa harus terbatas di jurusan yang lo ambil sii?? Ayolah Ran, buka mata lo.. kalo lo gak berusaha menjalankan perubahan, apalagi yang bisa lo lakuin? berhenti deh berpikir lo harus kelarin kuliah lo dulu baru lo berusaha jadi penyanyi.. berhenti dehh untuk dengerin apa pendapat orang disekitar lo dan mulai kemandirian lo sendiri..", kata Henni menyerang.
      
           Apa yang Henni katakan hari itu terus terngiang didalam pikiranku. Memang benar, Henni adalah gadis yang sangat mandiri. Dia memilih jurusan desain atas kemauan orangtuanya yang saat itu menganggap Henni lebih berbakat menggambar dari pada hal lainnya. Sedangkan, menggambar bukan hanya keahlian yang dapat disalurkan dalam bidang desain tetapi, masih banyak jurusan-jurusan lainnya. Henni berniat untuk memilih jurusan seni rupa, tapi Henni tidak dapat memilih pilihan itu dikarenakan orangtuanya tidak mengizinkan Henni berada dilingkungan seniman-seniman yang pada hakikatnya terlihat "urakan". Henni memutuskan banyak hal dalam hidupnya, dari mulai bekerja paruh waktu mengelap meja dibar sampai jadi cleaning service, SPG dsb di mall-mall ibukota. Hanya demi menabung untuk mewujudkan cita-citanya belajar seni rupa.

          Itulah Henni, sahabatku yang satu ini memang selalu membawa dunia yang berbeda untukku. Dia satu-satunya orang yang dapat membuka mataku dan membuatku berpikir keras atas waktu panjang yang aku habiskan hanya untuk bersantai-santai ria menunggu keajaiban. "Jalan yang kau pilih hari ini, membawamu pada dirimu dimasa mendatang", kutipan kata-kata itu terngiang begitu kuat. Dikala aku berpikir semua kata-kata Henni dari dulu hingga sekarang. Terkadang merasa MUAK, aku butuh menjalani jalanku sendiri, tetapi itulah kenyataannya. Aku tidak bisa terus berada dalam bayang-bayang impian yang diinginkan orangtua dan orang-orang disekitarku. Saatnya bangun, dan mencari jalanku sendiri.

----**----

Betapa gila!
Berhenti berbicara seperti kau tahu siapa aku.
Kau tidak bisa, sudah kukatakan.
Betapa gila!
Aku hanya tikus yang melarikan diri dari kapal yang terbakar,
Tenggelam jauh ke dalam laut.

Aku mencengkeram gitar dinginku dan menyanyikan lagu sendirian,
Sama seperti yang aku lakukan bertahun-tahun yang lalu …

         
           Lagi-lagi penggalan lagu itu. How Crazy, lagu salah satu penyanyi Jepang kesukaanku yaitu YUI. Berkali-kali sudah aku membaca translate lagu itu agar aku lebih memahami makna dari lagu yang akan aku nyanyikan malam ini. Ya, aku akhirnya bekerja di cafe yang saat itu ditunjuk Henni agar aku melamar kesana. Aku sebagai penyanyi dan tentu saja, Henni memilih untuk melamar pekerjaan yang dibanggakannya yaitu menjadi waitress. "Kerja itu dari bawah dulu Ran, jadi kalo kita udah sampe diatas entar gak bakalan lupa sama yang dibawah", itu kata-kata Henni yang berulang kali ia katakan.
    
            Kali ini aku tidak merasakan sedikit pun kebahagiaan dari pekerjaan ini. Entah mengapa terasa begitu kosong dan membosankan. Ditengah keinginanku untuk menjadi penyanyi, aku sama sekali tidak merasa tertantang untuk melakukan pekerjaan ini. Sampai pada batas dimana ibuku mengubah semua pandanganku, dan membuat sangat ingin membuktikan padanya bahwa aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan.

           "Ran, kenapa pulang selalu selarut ini?? Apa saja yang kamu kerjakan?? bukankah ibu memintamu kuliah dengan benar bukannya malah kelayapan..", kata ibu dengan nada sinisnya.
           "Aku bekerja, ibu.. Disebuah cafe sebagai penyanyi", kataku dengan santai.
           "Bekerja?? di cafe?? sebagai penyanyi?? untuk apa bekerja sebagai penyanyi?? kenapa kamu selalu saja tidak mendengarkan mau ibu?? ibu minta kamu kuliah.. kuliah yang benar lalu bekerja sesuai jurusan kamu.. kenapa kamu tidak mendengarkan ibu??", kata ibu dengan marah. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menjawab dengan baik saat itu. Aku hanya pergi meninggalkan ibu dengan ocehan-ocehannya. Amarahku membuncah, aku tidak dapat berpikir dengan jernih. Apa yang ibu ketahui soal aku? Mengapa tidak pernah mendengarkan mauku? Mengapa tidak pernah meminta pendapatku?. Hanya itu pertanyaan-pertanyaan yang terus menerus menghantui hari-hariku.

            Aku memutuskan untuk berhenti bekerja keesokan harinya. Dalam kondisi sedih dan marah, aku tidak mengatakan apapun pada Henni. Henni hanya terdiam, melihat wajah kusam dan cemberutku. Henni hanya memberikanku gitar yang biasa aku pakai untuk bernyanyi dan memintaku untuk mengeluarkan semuanya lewat sebuah lagu.


Tsumetai gitaa wo keesu ni oshikomu                                
Hitodoori wa mada ooi kedo
Kyou no kibun wa koko made.. getting all right

Sonkei dekinai otona no adobaisu
Atashi wa anata mitai ni wa naritakunai to omotta

Yogoreta jiinzu de norikonde iru
Chikatetsu no mado utsutte iru jibun
Kawatte nanka nai ano koro no mama

Okane nante chotto areba ii no yo

How crazy
Wakatta you ni
Atashi no koto hanasu no wa yamete yo
How crazy
Fukai umi ni shizunde yuku fune kara
Nigete kita no

Yume ni love love love itsumo
Junjou ja irarenai how crazy

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku meletakkan gitar dinginku ke dalam kotaknya.
Orang-orang masih ingin aku bermain malam ini,
Tapi aku berpikir aku sudah cukup hari ini.
Ya, aku merasa baik-baik saja.

Orang-orang dewasa memberiku nasihat sepanjang waktu,
Orang-orang aneh yang tidak bisa kuhormati. 

Aku tidak benar-benar ingin menjadi sepertimu pada awalnya.

Jinsku yang luntur berdesir saat aku naik kereta bawah tanah,
Aku mengintip ke jendela dan melihat refleksiku yang gelap.
Aku belum berubah sama sekali, aku masih seperti waktu itu.


Aku berharap aku punya uang untuk sebuah perubahan, kau tahu?
Betapa gila!
Berhenti berbicara seperti kau dapat membaca pikiranku.
Kau tidak bisa, sudah kukatakan.
Betapa gila!
Aku hanya tikus yang melarikan diri dari kapal yang terbakar,
Tenggelam jauh ke dalam laut.

Aku selalu mencintai mimpi dan keinginanku,
dengan buta mengikuti mereka bukanlah cara untuk pergi.

 


              Lagu itu, hanya lagu itu, yang dapat membuatku menangis. Berteriak dalam sepi, amarah yang kian membuncah. Aku bertekad dalam hati, aku akan bangun dari mimpi-mimpi panjangku dan membuktikan "aku bisa menjadi apa yang aku inginkan dengan caraku sendiri".


            
Tema : How Crazy
Kata Kunci : Dewasa, perubahan, dunia, waktu, jalan.

For Project #MelodiHijauOranye @YUI17Melodies